TRAKSI DAN GIPS
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Beberapa tulang, misalnya femur mempunyai kekuatan otot yang kuat
sehingga reposisi tidak dapat dilakukan sekaligus. Traksi adalah pemasangan
gaya tarikan ke bagan tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk
mereduksi, menyejajarkan, mengimobilisasi fraktur, mengurangi deformitas, dan
untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Untuk itu,
traksi diperlukan untuk reposis dan imobilisasi pada tulang panjang.
Traksi digunakan untuk menahan kerangka pada posisi sebenarnya,
penyembuhan, mengurangi nyeri, mengurangi kelainan bentuk atau perubahan
bentuk.Penangan nyeri dan pencegahan komplikasi adalah dua kunci tugas perawat
dalam perawatan traksi. Komplikasi yang terjadi berhubungan dengan penggunaan
traksi dan pembatasan gerak, jika klien obesitas, cachetic, tua, anak muda, diabetes, dan perokok (Altman , 1999).
Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh
dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass. Jadi gips adalah
alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di
alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass. Indikasi
pemasangaan gips adalah klien dislokasi sendi, fraktur, penyakit tulang
spondilitis TBC, pasca operasi, skliosis, spondilitis TBC, dan lain-lain.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan Traksi & Gips?
2.
Apa tujuan dari pemasangan
Traksi & Gips?
3.
Apa saja jenis-jenis
traksi berikut beban yang disyaratkan?
4.
Bagaimana prinsip-prinsip
yang benar pada pemasangan Traksi & Gips?
5.
Bagaimana upaya pencegahan
dan komplikasi pada klien dengan pemasangan Traksi & Gips?
6.
Bagaimana merumuskan
diagnosis keperawatan dan menyusun rencana keperawatan dengan baik dan benar
pada klien dengan Traksi & Gips?
C.
TUJUAN
PENULISAN
a. Umum
Untuk mengetahui asuhan
keperawatan pada klien dengan Traksi.
b. Khusus
1.
Untuk mengetahui pengertian
dari Traksi & Gips
2.
Untuk mengetahui tujuan
pemasangan Traksi & Gips
3.
Untuk mengetahui jenis-jenis
Traksi berikut beban yang disyaratkan.
4.
Untuk mengetahui dengan
benar prinsip-prinsip pemasangan Traksi & Gips
5.
Untuk mengetahui upaya
pencegahan dan komplikasi pada klien dengan pemasangan Traksi & Gips.
6.
Untuk mengetahui diagnosis
keperawatan dan menyusun rencana keperawatan dengan baik dan benar pada klien
dengan Traksi & Gips.
BAB II
(TRAKSI)
A. DEFENISI
Traksi adalah Suatu pemasangan gaya
tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot ;
untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi
deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang.
Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginka untuk mendapatkan
efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefekktifan tarikan traksi harus
dihilangkan (Smeltzer & Bare, 2001
).
Traksi merupakan metode lain yang
baik untuk mempertahankan reduksi ektermitas yang mengalami fraktur (Wilson, 1995 ).
Keuntungan pemakaian
traksi
1. Menurunkan
nyeri spasme
2. Mengoreksi
dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi
sendi yang sakit
Kerugian pemakaian traksi
1. Perawatan
RS lebih lama
2. Mobilisasi
terbatas
3. Penggunaan
alat-alat lebih banyak.
Beban traksi
1. Dewasa =
5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB
(Barbara, 1998).
B. JENIS-JENIS TRAKSI
1. Traksi Kulit
Traksi kulit digunakan untuk
mengontrol sepasme kulit dan memberikan imobilisasi . Traksi kulit apendikuler
( hanya pada ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi
Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.

a. Traksi Buck
Ektensi buck ( unilateral/ bilateral
) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila
hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan . Digunakan untuk
memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi
bedah (Smeltzer & Bare,2001 ).
Traksi buck merupakan traksi kulit
yang paling sederhana, dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam
jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini
adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut
diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut
(Wilson, 1995 ).
Mula- mula selapis tebal semen kulit, tingtura benzoid
atau pelekat elastis dipasang pada kulit penderita dibawah lutut. Kemudian
disebelah distal dibawah lutut diberi stoking tubular yang digulung, kemudian
plester diberikan pada bagian medikal dan lateral dari stoking tersebut lalu
stoking tersebut dibungkus lagi dengan perban elastis.
Ujung plester traksi pada pergelangan kaki di
hubungkan dengan blok penyebar guna mencegah penekanan pada maleoli. Seutas
tambang yang diikat ketengah blok penyebar tersebut kemudian dijulurkan melalui
kerekan pada kaki tempat tidur. Jarang dibutuhkan berat lebih dari 5 lb.
penggunaan traksi kulit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi. Ban perban
elastis yang melingkar dapat mengganggu sirkulasi yang menuju kekaki penderita,
yang sebelumnya sudah menderita penyakit vaskular. Alergi kulit terhadap
plester juga dapat menumbuhkan masalah. Kalau tidak dirawat dengan baik mungkin
akan menimbulkan ulserasi akibat tekanan pada maleolus. Traksi berlebih dapat
merusak kulit yang rapuh pada orang yang berusia lanjut. Bahkan untuk
peenderita dewasa lebih disukai traksi pin rangka, terutama bila perawatan
harus dilakukan selama beberapa hari.
b. Traksi Russell
Dapat digunakan pada fraktur plato
tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik
horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila perlu,
tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan
menghindari tekanan pada tumit (Smeltzer
& Bare, 2001 ).
Masalah yang paling sering dilihat
pada traksi Russell adalah bergesernya penderita kebagian kaki ketempat
tidur,sehingga kerekan bagian distal saling berbenturan dan beban turun
kelantai. Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki tempat tidur
sehingga dapat memperoleh bantuan dari gaya tarik bumi (Wilson, 1995).
Walaupun traksi rangka seimbang
dapat digunakan untuk menangani hampir semua fraktur femur, reduksi untuk
fraktur panggul mungkin lebih sering
diperoleh dengan memakai traksi Russell dalam keadaan ini paha disokong oleh
beban. Traksi longitudinal diberikan dengan menempatkan pin dengan posisi
tranversal melalui tibia dan fibula diatas lutut. Efek dari rancangan ini
adalah memberikan kekuatan traksi ( berasal dari gaya tarik vertikal beban paha
dan gaya tarik horizontal dari kedua tali pada kaki ) yang segaris dengan
tulang yang cidera dengan kekuatan yang sesuai. Jenis traksi paling sering
digunakan untuk memberi rasa nyaman pada pasien yang menderita fraktur panggul
selama evaluasi sebelum operasi dan selama persiapan pembedahan.
Meskipun traksi Russell dapat
digunakan sebagai tindakan keperawatan yang utama dan penting untuk patah
tulang panggul pada penderita tertentu tetapi pada penderita usia lanjut dan
lemah biasanya tidak dapat mengatasi bahya yang akan timbul karena berbaring terlalu lama ditempat tidur
seperti dekubitus, pneumonia, dan tromboplebitis.
c. Traksi Dunlop
Adalah traksi pada ektermitas atas.
Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.
d. Taksi Kulit Bryant
Traksi ini sering digunakan untuk
merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya
tidak dilakukan pada anak-anak yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau
batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.

2. Traksi Skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada
tulang. Metode traksi ini digunakan paling sering untuk menangani fraktur
femur, tibia, humerus dan tulang leher. Kadang- kadang skelet traksi bersifat
seimbang yang menyokong ekstermitas yang terkena, memungkinkan gerakan pasien
sampai batas- batas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien maupun asuh
keperawatan sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan yang termasuk
skelet traksi adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare,2001 ).
a. Traksi Rangka Seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk
merawat patah tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan
traksi ini tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang
ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal. Dipasang
pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang tersebut.

Ektermitas pasien ditempatkan dengan posisi panggul
dan lutut membentuk sekitar 35° , kerekan primer disesuaikan sedemikian
sehingga garis ketegangan koaksial dengan sumbu longitudinal femur yang
mengalami fraktur. Beban yang cukup berat dipasang sedemikian rupa
mencapai panjang normalnya. Paha
penderita disokong oleh alat parson yang dipasang pada bidai tomas alat parson
dan ektermitas itu sendiri dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang
sesuai sehingga kaki tergantung bebas diudara.
Dengan demikian pemeliharaan penderita ditempat tidur
sangat mudah. Bentuk traksi ini sangat berguna sekali untuk merawat berbagai
jenis fraktur femur. Seluruh bidai dapat diadduksi atau diabduksi untuk
memperbaiki deformitas angular pada bidang medle lateral fleksi panggul dan
lutut lebih besar atau lebih kecil memungkinkan perbaikan lateral posisi dan
angulasi alat banyak memiliki keuntungan antara lain traksi elefasi keaksial.
Longitudinal pada tulang panjang yang patah,
ektermitas yang cidera mudah dijangkau untuk pemeriksaan ulang status neuro
vascular, dan untuk merawat luka lokal serta mempermudah perawatan oleh
perawat. Seperti bentuk traksi yang mempergunakan pin rangka, pasien sebaiknya
diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya peradangan atau infeksi sepanjang
pin, geseran atau pin yang kendor dan pin telah tertarik dari tulang(Wilson,
1995 ).
b. Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk
merawat anak- anak usia 3 tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen –
fragmen pada fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan dengan traksi
90-90-90 penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur.
C. INDIKASI
1. Traksi
rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia
2. Traksi buck,
indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk
mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan
diperbaiki lebih lanjut
3. Traksi
Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada
humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah
dalm posisi flexsi.
4. Traksi kulit
Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang
paha
5. Traksi
rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus
pemoralis orang dewasa
6. Traksi
90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa
muda (Barbara, 1998).
D. TUJUAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi digunakan untuk meminimalkan
spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur, untuk
mengurangi deformitas, untuk menambah ruang diantara dua permukaan antara
patahan tulang.Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan
untuk mendapatkan efek terapeutik, tetapi kadang-kadang traksi harus dipasang
dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang
diinginkan (Barbara, 1998).
E. KOMPIKASI
Dekubitus, kulit pasien diperiksa
sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian khusus diberikan
pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat pelindung kulit
sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada pasien
trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah, perawat harus berkonsultasi
dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur khusus untuk membantu mencegah
kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus akibat tekanan, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya.
Kongesti paru/pneumonia. Paru pasien
diauskultasi untuk mengetahui status pernapasannya. Pasien diajari untuk
menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk membantu pengembangan penuh paru-paru
dan mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar pengkajian
menunjukkan bahwa pasien mempunyai resiko tinggi mengalami komplikasi
respirasi, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan terapi
khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi, perlu diberikan terapi sesuai
resep.
Konstipasi dan anoreksia. Penurunan
motilitas gastrointestinal menyebabkan anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi
serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsanng motilitas gaster. Bila telah
terjadi konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya,
yang mungkin meliputi pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema. Untuk
memmperbaiki nafsu makan pasien, harus dicatat makanan apa yang disukai pasien
dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan.
Stasis dan infeksi saluran kemih.
Pengosongan kandung kemih yang tak tuntas Karena posisi pasien di tempat tidur
dapat mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin merasa bahwa menggunakan pispot di
tempat tidur kurang nyaman dan membatasi cairan masuk untuk mengurangi
frekuensi berkemih. Perawat harus memantau masukan cairan dan sifat kemih.
Perawat harus mengajar pasien untuk meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan
berkemih tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien memperlihatkan tanda dan
gejala infeksi saluran kemih, perawat segera berkonsultasi dengan dokter
mengenai penanganan masalah ini.
Trombosi
vena profunda. Stasis vena terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mengajarkan
pasien untuk malakukan latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara
teratur sepanjang hari untuk mencegah terjadinya trombosis vena provunda (DVT).
Pasien didorong untuk meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi
yang menyertainya, yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien
terhadap terjadinya tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke
dokter untuk evaluasi definitive dan terapi.
F. PRINSIP PEMASANGAN TRAKSI
Traksi harus dipasang dengan arah
lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara
ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan
lainnya. Garis-garis tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultanta adalah
gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat diantara kedua garis tarikan
tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar X, dan
mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks,
berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang
diinginkan.
Traksi lurus atau langsung memberikan gaya tarikan
dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi
ektensi buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.
Traksi suspensi seimbang memberikan dukungan pada
ektermitas yang sakit diatas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien
sampai batas tertentu yanpa terputus garis tarikan. Tarikan dapat dilakukan
pada kulit ( traksi kulit ) atau langsung kesekelet tubuh (traksi skelet). Cara pemasangan
ditentukan oleh tujuan traksi.
Traksi dapat dipasang dengan tangan
(traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan
pada saat pemasangan gips, harus dipikirkan adanya kontraksi
Pada setiap pemasangan traksi, harus
dipikirkan adanya kontraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang
berlawanan ( hukum Newton III mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi
maka akan terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya yang berlawanan )
umumnya berat badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan
kontraksi.
Walaupun hanya traksi untuk ektermitas
bawah yang dijelaskan secara terinci, tetapi semua prinsip-prinsip ini berlaku
untuk mengatasi patah tulang pada ektermitas atas.
Imobilisasi dapat menyebabkan
berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang dengan agak cepat, terapi fisik
harus dimulai segera agar dapat mengurangi keadaan ini.misalnya, seorang dengan
patah tulang femur diharuskan memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana
latihan untuk mempertahankan pergerakan ektermitas atas, dan untuk meningkatkan
kekuatannya harus dimulai segera setelah cedera terjadinya (Wilson, 1995 ).
Prinsip
traksi efektif :
1.
Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap
efektif
2.
Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan
imobilisasi fraktur efektif.
3.
Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk
mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
4.
Traksi skelet tidak boleh terputus.
5.
Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi
dimaksudkan intermiten. Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau
mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan.
6.
Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat
tempat tidur ketika traksi dipasang.
7.
Tali tidak boleh macet
8.
Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh
terletak pada tempat tidur atau lantai
9.
Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh
menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
10.
Selalu dikontrol dengan sinar roentgen ( Brunner & suddarth,2001 ).
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan
foto polos sevikal
Tes
diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri
leher. Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan
subluksasi pada pasien dengan trauma leher.
2. CT Scan
Pemeriksaan
ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan sangat
membantu bila ada fraktur akut.
3. MRI (
Magnetic resonance imaging )
Pemeriksaan
ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah sevikal MRI dapat
mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI menggunakan medan magnet kuat
dan frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan
oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis
tumor, infrak, dan kelainan pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini,
penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun pasien
dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu selama prosedur
ini.
4. Elektrokardiografi
( EMG)
Pemeriksaan
ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak.
Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama.
Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks,
membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau
kompresi.
H.
PRINSIP PERAWATAN TRAKSI
1.
Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan
aktivitas terapeutik
2.
Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan
otot.
3.
Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4.
Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai
dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
5.
Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6.
Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7.
Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress,
contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
8.
Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9.
Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan
evaluasi medik, contoh: edema, eritema.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Traksi membatasi mobilitas dan
kemandirian klien. Dampak psikologik dan fisiologik masalah muskiloskeletal
dengan terpasangnya alat traksi harus dipertimbangkan. Perlatan sering terlihat
mengerikan dan pemasangannya tampak menakutkan bagi klien. Kebingungan,
disorientasi, dan masalah perilaku dapat terjadi pada klien yang terkungkung
pada tempat terbatas dalam waktu yang cukup lama. Tingkat ansietas klien dan
respons psikologis terhadap traksi harus dikaji dan sdipantau.
Bagian tubuh yang ditraksi harus
dikaji. Status neurovaskular (misal warna, suhu, dan pengisian kapiler)
dievaluasi dan dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat. Intregritas kulit
harus dilengkapi sebagai data dasar, dan dilakukan pengkajian terus-menerus.
Imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada system kulit, respirasi,
gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskular. Masalah tersebut dapat berupa
ulkus akibat tekanan, kongesti paru, stasis pneumonia, konstipasi, kehilangan
nafsu makan, stasis kemih, dan infeksi saluran kemih.
Adanya nyeri tekan betis, hangat,
kemerahan, bengkan, atau tanda Homan positif (tidak nyaman ketika kaki
didorsofleksi dengan kuat) mengarahkan adanya trombosis vena dalam.
Identifikasi awal masalah yang telah timbul dan sedang berkembang memungkinkan
dilakukan intervensi segera untuk mengatasi masalah tersebut.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis
keperawatan pada klien menggunakan traksi menurut Atlman (1999), adalah
kerusakan mobilitas fisik, nyeri, dan risiko kerusakan integritas kulit.
Sedangkan menurut Smeltzer (2002), diagnosis keperawatan utama yang dapat
ditemukan pada klien yang dipasang traksi adalah kurang pengetahuan mengenai
program terapi, ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi,
nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan traksi, imobilisasi, kurang
perawatan diri: makan, higiene, atau toileting
berhubungan dengan traksi, dan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
proses penyakit traksi.
Berdasarkan dua
pendapat di atas dapat disimpulkan diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan
pada klien dengan traksi adalah sebagai berikut.
1.
Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan
dengan traksi dan imobilisasi
2.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan proses penyakit dan traksi
3.
Ansietas berhubungan dengan status
kesehatan dan alat traksi
4.
Kurang pengetahuan mengenai program
terapi
5.
Kurang pearwatan diri: makan,
higiene, atau toileting berhubungan
dengan traksi.
6.
Risiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan pertahanan primer tidak efektif, pembedahan.
3. Intervensi
Berikut ini
merupaka rencana asuhan keperawatan pada klien dengan traksi, meliputi
diagnosis keperawatan, tindakan keperawatam, dan kriteria keberhasilan tindakan
(kriteria evaluasi).
Dx 1: Nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilisasi
Tindakan
|
|
§ Berikan penyangga berupa papan pada tempat tidur dari kasur yang padat.
§ Gunakan bantalan kasur khusus untuk meminimalkan terjadi ulkus.
§ Miringkan dan rubah posisi klien dalam batas-batas traksi.
§ Bebaskan linen tempat tidur dari lipatan dan kelembaban
§ Observasi setiap keluhan klien.
|
Kriteria Evaluasi
Klien menyebutkan peningkatan kenyamanan:
o Mengubah posisi sendiri sesering mungkin
o Kadang-kadang meminta analgesik oral.
|
Dx 2: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan
traksi
·
Tindakan
|
|
§ Dorong klien untuk melakukan latihan otot dan sendi yang tidak
diimobilisasi
§ Anjurkan klien untuk meng-gerakkan secara aktif semua sendi.
§ Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.
§ Pertahankan gaya tarikan dan posisi yang benar untuk menghindari
komplikasi akibat ketidaksejajaran.
|
·
Kiteria Evaluasi
·
Klien menunjukkan mobilitas yang
meningkat:
·
Melakukan latihan yang dianjurkan
·
·
Menggunakan alat bantu yang aman.
|
Dx 3:Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi
Tindakan
|
|
§ Jelaskan prosedur, tujuan dan implikasi pemasangan traksi
§ Diskusikan bersama klien tentang apa yang dikerjakan dan mengapa perlu
dilakukan
§ Lakukan kunjungan yang sering setelah pemasangan traksi.
§ Dorong klien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan aktif.
§ Anjurkan keluarga dan kerabat untuk sering berkunjung
§ Berikan aktivitas pengalih.
|
Kriteria Evaluasi
Klien menunjukkan penurunan ansietas
:
o Berpartisipasi aktif dalam perawatan
o Mengekspresikan perasaan dengan aktif
|
Dx 4: Kurang pengetahuan mengenai program terapi
Tindakan
|
|
§ Diskusikan masalah patologik
§ Jelaskan alasan pemberian terapi traksi
§ Ulangi dan berikan informasi sesering mungkin
§ Dorong partisipasi aktif klien dalam rencana perawatan
|
Kriteria Evaluasi:
Klien menunjukkan pemahaman terhadap program terapi :
o Menjelaskan tujuan traksi
o Berpartisipasi dalam rencana perawatan
|
Dx 5: Kurang perawatan diri (makan, higiene, atau toileting) berhubungan
dengan traksi.
Tindakan
|
|
§ Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-harinya seperti makan, mandi, dan
berpakaian.
§ Dekatkan alat bantu di samping klien.
§ Tingkatkan rutinitas untuk
me-maksimalkan kemandirian klien.
|
Kriteria Evaluasi
Klien mampu melakukan perawatan
diri :
o
Memerlukan sedikit bantuan pada
saat makan, mandi, berpakaian, dan toileting.
|
4. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah
pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan
oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah
sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang
ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan
rencana harus direvisi sesuai kebutuhan pasien.
Diagnosa
|
Tindakan
|
·
Nyeri berhubungan dengan traksi dan
imobilisasi
|
o Mendiskusikan masalah patologik
o Menjelaskan alasan pemberian terapi
traksi
o Mengulangi dan memberi informasi
sesering mungkin
o Mendorong partisipasi aktif klien
dalam rencana perawatan
|
·
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi
|
o Menjelaskan prosedur, tujuan dan
implikasi pemasangan traksi
o Mendiskusikan bersama klien tentang
apa yang dikerjakan dan mengapa perlu dilakukan
o Melakukan kunjungan yang sering
setelah pemasangan traksi.
o Mendorong klien mengekspresikan
perasaan dan dengarkan dengan aktif.
o Menganjurkan keluarga dan kerabat
untuk sering berkunjung
o Memberikan aktivitas pengalih.
|
·
Ansietas berhubungan dengan status
kesehatan dan alat traksi.
|
·
Memberikan penyangga berupa papan
pada tempat tidur dari kasur yang padat.
·
Menggunakan bantalan kasur khusus
untuk meminimalkan terjadi ulkus.
·
Memiringkan dan rubah posisi klien
dalam batas-batas traksi.
·
Membebaskan linen tempat tidur dari
lipatan dan kelembaban
o Mengobservasi setiap keluhan klien.
|
·
Kurang
pengetahuan mengenai program terap
|
o Membantu klien memenuhi kebutuhan
sehari-harinya seperti makan, mandi, dan berpakaian.
o Mendekatkan alat bantu di samping
klien
o Meningkatkan rutinitas untuk
me-maksimalkan kemandirian klien.
|
·
Kurang perawatan diri (makan,
higiene, atau toileting) berhubungan dengan traksi.
|
o Mendorong klien untuk melakukan
latihan otot dan sendi yang tidak diimobilisasi
o Menganjurkan klien untuk
meng-gerakkan secara aktif semua sendi.
o Mengkonsultasikan dengan ahli
fisioterapi.
o Mempertahankan gaya tarikan dan
posisi yang benar untuk menghindari komplikasi akibat ketidaksejajaran.
|
5. Evaluasi
Evaluasi
adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. Terdiri atas:
S: Respon subjektif klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.
O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan.
A: Analisis ulang atas data subjektif dan objektif
untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada
data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil
dengan tujuan
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil
analisis pada respons klien yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak
lanjut oleh perawat.
Setelah
diberikan asuhan keperawatan, diharapkan dapat tercapai tujuan dan kriteria
hasil.
a)
Klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukkan
pemahaman terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi, berpartisipasi
dalam rencana perawatan.
b)
Klien berpartisipasi aktif dalam perawatan,
mengekspresikan perasaan dengan aktif, dan tingkat ansietas klien menurun.
c)
Nyeri berkurang, klien mampu mengubah posisi sendiri
sesering mungkin sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat nyenyak.
d)
Klien memerlukan sedikit bantuan pada saat makan,
mandi, berpakaian dan toileting.
e)
Mobilitas klien meningkat, klien melakukan latihan
yang dianjurkan, menggunakan alat bantu yang aman.
f)
Tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan.
Kulit tetap utuh, atau tidak terjadi luka tekan lebih luas.
BAB II
PEMBAHASAN
(GIPS)
A.
DEFENISI
Gips dalam bahasaa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut
plaster of paris, dan dalam belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral
yang terdapat di alam berupa batu putih tang mengandung unsur kalsium sulfat
dan air. Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai
dengan kontur tubuh tempat gips di pasang.

Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh
dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass. Jadi gips adalah
alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di
alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass. Indikasi
pemasangaan gips adalah klien dislokasi sendi, fraktur, penyakit tulang
spondilitis TBC, pasca operasi, skliosis, spondilitis TBC, dan lain-lain.
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki
sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips
akan menjadi keras. Sebelum menjadi keras, gips yang lembek dapat dibalutkan
melingkari sepanjang ekstremitasdan dibentuk sesuai dengan bentuk ekstremitas.
Gips yang dipasang melingkari ekstremitas disebut gipas sirkuler sedangkan jika
gips dipasang pada salah satu sisi ekstremitas disebut gips bidai.
B. JENIS-JENIS
GIPS
Kondisi yang ditangani dengan gips menentukan jenis dan ketebalan gips yang
dipasang. Jenis-jenis gips sebagai berikut:
1)
Gips lengan pendek. Gips ini dipasang memanjang dari bawah
siku sampai lipatan telapak tangan, dan melingkar erat didasar ibu jari.

2)
Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari
setinggi lipat ketiak sampai disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku
biasanya di imobilisasi dalam posisi tegak
lurus.

3)
Gips tungkai pendek. Gips ini dipasang memanjang dibawah lutut
sampai dasar jari kaki, kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral,

4)
Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan
sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit
fleksi.

5)
Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang
dibuat lebih kuat dan dapat disertai telapak untuk berjalan
6)
Gips tubuh. Gips ini melingkar di batang tubuh

7)
Gips spika. gips ini melibatkan sebagian batang tubuh
dan satu atau dua ekstremitas (gips spika tunggal atau ganda)
8)
Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh,
bahu dan siku
9)
Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu
ekstremitas bawah (gips spika tunggal atau ganda)

C. INDIKASI
PEMASANGAN GIPS
1)
Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi
sebagai bidal).
2)
Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan
mengurangi nyeri misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau
pasca operasi seperti operasi pada skoliosis tulang belakang.
3)
Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur
terutama pada anak-anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa.
4)
Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya
pada talipes ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh
karena berbagai sebab.
5)
Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
6)
Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang
untuk menyatu setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.
7)
Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu
misalnya setelah operasi tendo Achilles.
8)
Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai
atau protesa.
D. BAHAN-BAHAN
GIPS
a)
Plester.
Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh
secara halus. Gulungan krinolin diimregasi dengan serbuk kalsium sulfat
anhidrus ( Kristal gypsum ). Jika basah terjadi reaksi kristalisasi dan
mengeluarkan panas. Kristalisasi menghasilkan pembalut yang kaku . kekuatan
penuh baru tercapai setelah kering , memerlukan waktu 24-72 jam untuk
mongering. Gips yang kering bewarna mengkilap , berdenting, tidak berbau,dan
kaku, sedangkan gips yang basah berwarna abu-abu dan kusam, perkusinya pekak,
terba lembab, dan berbau lembab.
b)
Nonplester.
Secara umum berarti gips fiberglass, bahan
poliuretan yang di aktifasi air ini mempunyai sifat yang sama dengan gips dan
mempunyai kelebihan karna lebih ringan dan lebih kuat, tahan air dan tidak
mudah pecah.di buat dari bahan rajuutan terbuka, tidak menyerap, diimpregnasi
dengan bahan pengeras yang dapat mencapai kekuatan kaku penuhnya hanya dalam
beberapa menit.
c)
Nonplester berpori-pori,
Dengan pemasangan gips ini masalah kulit dapat
di hindari . gips ini tidak menjadi lunak jika terkena air,sehingga
memungkinkan hidro terapi. Jika basah dapat dikeringkan dengan pengering rambut.
E. PEMASANGAN
GIPS
Pemasangan Gips :
Persiapan alat –alat untuk pemasangan gips :
1)
Bahan gips dengan ukuran sesuai
ekstremitas tubuh yang akan di gips
2)
Baskom berisi air hangat
3)
Gunting perban
4)
Bengkok
5)
Perlak dan alasnya
6)
Waslap/duk
7)
Pemotong gips
8)
Kasa dalam tempatnya
9)
Alat cukur
10)
Sabun dalam tempatnya
11)
Handuk
12)
Krim kulit
13)
Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap
keringat)
14)
Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas
sintetis)
Tindakan
pemasngan Gips :
Tindakan
|
Rasional
|
·
Siapkan klien dan jelaskan pada prosedur
yang akan dikerjakan.
·
Siapkan alat-alat yang akan digunakan
untuk pemasangan gips
·
Daerah yang akan di pasang gips dicukur,
dibersihkan,dan di cuci dengan sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan
di beri krim kulit (bila perlu).
·
Sokong ekstremitas atau bagian tubuh
yang akan di gips.
· Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang di
tentukan dokter selama prosedur.
· Pasang duk pada klien.
· Pasang spongs rubs(bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang
akan di pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat.
· Balutkan gulungan bantalan tanpa rajutan dengan rata dan halus sepanjang
bagian yang di gips. Tambahkan bantalan didaerah tonjolan tulang dan pada
jalur saraf (mis: caput fibula)
· Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara
melingkar mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat.
Pada waktu membalut, lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga
ketumpangtidihan lapisan gips. Lakukan dengan gerakan yang bersinambungan
agar terjaga kontak yang konstan dengan bagian tubuh.
· Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotong
gips.
· Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
· Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak tangan.
Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari
tekanan pada gips.
· Tanyakan
pada klien jika hal ini menyebabkan ketidak nyamanan atau nyeri.
· Mendokumentasikan
prosedur dan respons klien pada catatan klien.
|
o Membuat pasien mengerti akan prosedur tindakan yang akan dilakukan
sehingga dapat mengurangi cemas.
o Membantu agar tindkana berjalan dengan mudah.
o Membuat permukaan yang akan dipasang gips lembab, bersih, sehingga
pemasangan gips tidak akan merusak integritas kulit klien.
o Meminimalkan gerakan, mempertahankan reduksi dan kesegarisan,
meningkatkan kenyamanan.
o Memungkinkan pemasangan gips yang baik, mengurangi insidensi komplikasi
(mis : malunion, nonunion, kontraktur)
o Menghindari pajanan yang tidak perlu, melindungi bagian badan lain
terhadap kontak dengan bahan gips.
o Melindungi kulit dari bahan gips, melindingi dari tekanan, lipatan diatas
tepi gips; menciptakan tepi bantalan lembut, melindungi kulit dari abrasi.
o Melindungi kulit dari tekanan gips, melindungi kulit pada tonjolan
tulang, dan melindungi saraf superfissial.
o Membuat gips menjadi lembut, solid dengan kontur yang baik, memungkinkan
pemasangan yang lembut. Membuat gips yang lembut, solid, dan mengimobilisasi.
Serta membuat gips sedemikian rupa sehingga dapat memberi dukungan yang
adekuat serta dapat memperkuat gips.
o Melindungi kulit dari abrasi. Menjamin kisaran gerakan sendi
disekitarnya.
o Menjaga agar partikel tidak lepas dan masuk kebawah gips.
o Bahan gips mengeras dalam beberapa menit. Kekerasan maksimal gips
sintesis terjadi dalam beberapa menit. Kekerasan maksimal pada gips terjadi
bersama pengeringan (24-72 jam) bergantung pada tebalnya gips dan lingkungan.
Mencegah lekukan dan daerah tekanan.
o Mengobservasi adakah efek yang ditimbulkan gips pada pasien yang
mengganggu kenyamanan pasien, sehingga dapat melakukan intervensi.
o Sebagai
catatan/pegangan untuk perawat.
|
Yang diperhatikan dalam
Pemasangan Gips, yaitu :
1.
Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
2.
Gips patah tidak bisa digunakan.
3.
Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien.
4.
Jangan merusak / menekan gips.
5.
Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
6.
Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu
lama.
Pelepasan
Gips :
Alat yang di gunakan untuk pelepasan gips
1)
Gergaji listrik/pemotong gips
2)
Gergaji kecil manual
3)
Gunting besar
4)
Baskom berisi air hangat
5)
Gunting perban
6)
Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang
di buka
7)
Sabun dalam tempatnya
8)
Handuk
9)
Perlak dan alasnya
10)
Waslap
11)
Krim atau minyak
Teknik
pelepasan gips antara lain :
Prosedur
|
Rasional
|
· Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan.
· Yakinkan klien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips tidak akan
mengenai kulit
· Gips akan di belah dengan menggunakan tekanan berganti-ganti dan gerakan
linear pisau sepanjang garis potongan.
· Gunakan pelindung mata pada klien dan petugas pemotong gips.
· Potong bantalan gips dengan gunting
· Sokong bagian tubuh ketika gips di lepas
· Cuci dan keringkan bagian yang habis di gips dengan lembut oleskan krim
atau minyak.
· Berikan informasi pada klien untuk tidak menggosok dan menggaruk kulit.
· Ajarkan klien secara bertahap melakukan aktifitas tubuh sesuai program
terapi.
· Ajarkan klien untuk mengontrol pembengkakan dengan meninggikan
ekstremitas atau menggunakan balutan elastis bila perlu.
|
o Meningkatkan kerja sama dan mengurangi kecemasan akan prosedur.
o Mengurangi ansietas (pisau berosilasi untuk memotong gips).
o Membelah gips, mencegah rasa terbakar akibat kontak lama antara pisau
osilasi dan bantalan.
o Melindungi mata dari bakteri gips yang bertebaran. Dan melindungi cedera
mata dari hasil potongan gips yang mungkin ada.
o Membebaskan semua bahan gips.
o Mengurangi stres pada bagian tubuh yang telah di imobilisasi.
o Mengangkat kulit mati yang telah menumpuk selamam imobilisasi. Menjaga kulit
agar tetap kenyal.
o Mencegah kerusakan kulit.
o Melindungi bagian yang menjadi lemah akibat stres yang berlebihan.
Latihan progresif dapat mengurangi kekakuan serta mengembalikan kekuatan dan
fungsi otot.
o Memperbaiki peredaran darah (misalnya aliran vena balik) dan mengontrol
penggumpalan cairan.
|
F.
KELEBIHAN
DAN KEKURANAGAN PEMASANGAN GIPS
Kelebihan pemasangan Gips :
1)
Mudah didapatkan.
2)
Murah dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter.
3)
Dapat diganti setiap saat.
4)
Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk
anggota gerak.
5)
Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka
jahitan atau perawatan luka selam imobiliasi.
6)
Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan
membuat sudut tertentu.
7)
Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto
rontgen tetap dapat dilakukan walaupun gips terpasang.
8)
Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari
operasi.
Kekuranagan pemasangan
Gips :
1)
Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan
atau tekanan pada pembuluh darah, saraf atau tulang itu sendiri.
2)
Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada
sendi dan mungkin dapat terjadi.
3)
Alergi dan gatal-gatal akibat gips.
4)
Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.
Perawatan Gips
1)
Gips tidak boleh basah oleh air
atau bahan lain yang mengakibatkan kerusakan gips.
2)
Setelah pemasangan gips harus
dilakukan pemantauan yang teratur, tergantung dari lokasi pemasangan.
3)
Gips yang mengalami kerusakan
atau lembek pada beberapa tempat, harus diperbaiki.
G.
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN PEMASNGAN GIPS
1. PENGKAJIAN
Pengkajian secara umum
perlu di lakukan sebelum pemasangan gips terhadap gejala dan tanda, status
emosional, pemahaman tujuan pemasangan gips, dan kondisi bagian tubuh yang akan
di pasang gips. Pengkajian fisik bagian tubuh yang akan di gips meliputi status
neurovaskuler, lokasi pembengkakan, memar , dan adanya abrasi. Data yang perlu
di kaji klien setelah gips di pasang meliputi :
1)
Data subyektif: adanya rasa gatal atau
nyeri ,keterbatasan gerak, dan rasa panas pada daerah yang di pasang gips
2)
Data obyektif: apakah ada luka di bagian
yang akan digips. Misalnya luka operasi, luka akibat patah tulang; apakah ada
sianosis : apakah ada pendarahan; apakah ada iritasi kulit; apakah atau bau
atau cairan yang keluar dari bagian dari bagian tubuh yang di gips.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data pengkajian , diagnosis
keperawatan utama pada klien yang menggunakan gips meliputi:
1)
Nyeri
berhubungan dengan terpasangnya gips,gangguan muskuloskeletal, iskemia
jaringan perifer.
2)
Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan pemasangan gips.
3)
Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan
perifer dengan faktor resiko respons fisiologis terhadap cedera atau gips
restriksi.
4)
Kurangnya pengetahuan (tentang pembatasan aktifitas
dan tujuan tindakan yang diprogramkan) berhubungan dengan kurangnya informasi
yang akurat pada klien
5)
Kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan adanya penekanan akibat pemasangan gips; laserasi dan
abrasi.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1)
Nyeri berhubungan dengan
terpasangnya gips, gangguan muskuloskeletal, iskemia jaringan.
Tujuan : nyeri
terkontrol.
Kriteria hasil:
· Meninggikan ekstremitas
yang di gips.
· Merubah posisi
· Menggunakan analgetik
oral bila diperlukan.
Intervensi
|
Rasional
|
o Kaji nyeri secara hati-hati; mengenai lokasi, sifat, skala dan intensitas
nyeri.
o Pertahankan
imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
o Anjurkan/bantu klien untuk meninggikan ektremitas ynag terpasang gips.
o Bantu klien untuk merubah posisi daerah yang tidak terpasang gips.
o Dorong
menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas
dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan.
o Tindak lanjuti nyeri yang tidak dapat dikontrol dengan peninggian,
kompres dan kolaborasi penggunaan analgetik
|
o Untuk mengetahui intensitas nyeri dan pemilihan intervensi selanjutnya.
o Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi/tegangan jaringan yang
terpasang gips.
o Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan menurunkan nyeri.
o Menghindari kekakuan pada daerah lain sehingga menyebabkan nyeri pada
daerah lain.
o Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkann rasa kontrol, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping dalam maanajemen nyeri.
o Kompres dapat menurunkan sensasi nyeri. Analgetik diperlukan untuk
menurunkan nyeri.
|
2)
Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan pemasangan gips.
Tujuan : pasien dapat melakukan mobilisasi
sesuai kemampuan.
Kriteria hasil :
·
Melakukan latihan sendi dan jari-jari.
·
Pertisipasi aktif dalam perawatan.
·
Menggunakan alat bantu dengan aman
Intervensi
|
Rasional
|
o Kaji derajat imobilitas dan perhatikan persepsi pasien terhadap
imobilisasi.
o Bantu klien untuk latihan sendi yang tidak di imobilisasi.
o Bantu klien lakukan latihan jari-jari kaki bila klien dipasang gips
tungkai.
o Dorong klien untuk partisipasi aktif dalam perawatan diri.
o Ubah posisi secara periodik.
o Bantu klien dalam mobilisasi dengan alat bantu secara aman.
o Kolaborasi : konsul dengan ahli treapi fisik atau rehabilitasi spesialis.
|
o Pasien mungkin dibatasi oleh persepsi diri tentang keterbatasan fisik
aktual, memerlukan informasi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
o Menghindari kekakuan sendi pada daerah yang tidak terpasang gips.
o Mencegah terjadinya kekakuan pada bagian yang terpasang gips.
o Meningkatan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien
dalam sirkulasi, dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
o Mencegah/menurunkan insiden
komplikasi kulit.
o Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan
kesehatan diri langsung.
o Berguna dalam membuat aktivitas individual/program latihan. pasien dapat
memerlukan bantuan jangka panjang.
|
3)
Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan
perifer dengan faktor resiko respons fisiologis terhadap cedera atau gips
restriksi
Tujuan : Terjaganya peredaran darah yang adekuat pada
ekstremitas
Kriteria Hasil :
· Memperlihatkan warna kulit yang
normal
· Mengalami pembengkakan minimal
· Mampu
memperlihatkan pengisian kapiler yang adekuat
· Memperlihatkan gerakan aktif jari
tangan dan kaki
· Melaporkan sensasi normal pada
bagian yang digips.
Intervensi
|
Rasional
|
o Kaji
aliran kapiler ekstremitas yang dipasang gips, bandingkan dengan sebelahnya.
o Kaji status neurologis secara sering
dan teratur.
o Tinggikan
daerah yang terpasang gips.
o Pantau
ekstremitas yang terkena mengenai adanya nyeri, pembengkakan, perubahan
warna, parestase, denyut yang hilang, paralisis, dan suhu dingin.
o Dorong
klien untuk menggerakkan jari tangan dan kakinya setiap jam. Minta klien
untuk melakukan dorsofleksi ibujari kaki.
o Laporkan ke tim medis bila ada
nyeri progresif yang tidak dapat di obati dengan pemberian analgetik
|
o Kembalinya
warna kulit harus cepat (3-5 detik). Warna kulit yang pucat menunjukkan
gangguan arterial.sianosis diduga ada gangguan vena.
o Tidak
adekuatnya perfusi jaringan dapat juga ditandai dengan penurunan status
neurologis.
o Meningkatkan
aliran balik vena.pembengkakan dan edema cenderung terjadi setelah
pengangkatan gips.
o Menunjukkan
adanya iskemia pada jaringan yang terpasang gips.
o Membantu
untuk melancarkan perfusi jaringan pada daerah perifer yang terpasang gips.
o Gangguan aliran darah dan iskemia
yang parah perlu intervensi darurat untuk menghilangkan tekanan dan
memperbaiki sirkulasi.
|
4)
Kurangnya pengetahuan (tentang pembatasan aktifitas
dan tujuan tindakan yang diprogramkan) berhubungan dengan kurangnya informasi
yang akurat pada klien
Kriteria hasil :
·
Meninggikan ekstremitas yang terkena
·
Berlatih sesuai intruksi
·
Menjaga gips tetap kering
·
Melaporkan setiap masalah yang timbul
·
Tetap melakukan tindak lanjut atau mengadakan
perjanjian dgn dokter.
Intervensi
|
Rasional
|
o Kaji
tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang pembatasan aktifitas,
pemeriksaan diagnostik dan tujuan tindakan yang diprogramkan.
o Berikan
informasi mengenai masalah patologik, tujuan, dan harapan program yang
diberikan.
o Jelaskan
tentang antisipasi adanya gangguan rasa nyaman, misalnya panas akibat reaksi
pengerasan gips.
o Sampaikan
bahwa bagian yang di gips tidak dapat digerakkan selama gips masih terpasang.
o Diskusikan
intruksi pasca pengangkatan gips misalnya ; informasikan klien bahwa kulit
dibawah gips secara umum lembab dan tertutup, informasikan juga bahwa otot
akan kelihatan lembek/atrofi.
|
o Mengetahui
tingkat pengetahuan klien dan keluarga sehingga dapat mengurangi ansietas.
o Memberikan
dasar pengetahuan dimana pasien dapat mebuat pilihan informasi.
o Mengurangi
ansietas yang diderita pasien akibat ketidaktahuan klien tentang gips.
o Mencegah
terjadinya cedera / memperlambat penyembuhan.
o Mengurangi
ansietas klien atas keadaan setelah pengangkatan gips. Kulit memerlukan waktu
yang lama untuk kembali ke penampilan normal. Kekuatan otot akan menurun
akibat lama tidak digerakkan.
|
5)
Kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan adanya penekanan akibat pemasangan gips; laserasi dan
abrasi.
Tujuan : Intergritas kulit klien
Kriteria hasil :
·
Tidak memperlihatkan tanda dan gejala
infeksi sistemik.
·
Tidak memperlihatkan tanda infeksi lokal
misalnya cairan, bau, dan ketidaknyamanan lokal.
·
Memperlihatkan kulit yang utuh saat gips
dibuka
Intervensi
|
Rasional
|
o Lakukan perawatan laserasi dan abrasi, sebelum pemasangan gips.
o Bersihkan kulit dengan seksama dan lakukan perawatan sesuai anjuran
dokter, gunakan balutan steril.
o Ubah posisi dengan sering. Dorong penggunaan trapeze bila mungkin.
o Observasi adanya tanda infeksi sistemik : dari bau gips, cairan purulent
yang mengotori gips.
o Kolaborasi : Informasikan kepada tim medis terhadap apa yang sudah
terjadi/ apabila infeksi terjadi.
|
o Mencegah kerusakan integritas kulit selama terpasang gips.
o Mencegah terjadinya kontaminasi bakteri pada daerah yang
terpasang gips. Terutama bagi fraktur yang terbuka.
o Mengurangi tekanan konstan pada daerah yang sama dan meminimalkan resiko
kerusakan kulit. Trapeze dapat menurunkan abrasi.
o Adanya infeksi dapat menyebabkan osteomielitis jika tidak tertanggulangi
dengan segera.
o Membantu untuk menindak-lanjuti infeksi sehingga tidak memperparah
keaddaan pasien.
|
4. EVALUASI
1.
Melaporkan berkurangnya nyeri
a. meninggikan ekstremitas yang di gips
b. melakukan teknik manajemen nyeri
c. menggunakan analgetik oral
2.
Memperlihatkan peningkatan kemampuan mobilitas
a.
mempergunakan alat bantu yang aman
b.
berlatih untuk meningkatkan kekuatan
c.
Mengubah posisi sesering mungkin
d.
melakukan latihan sesuai kisaran gerakan sendi yang
tidak tertutup gips
3.
Terjaganya peredaran darah yang adekuat pada ekstremitas
a. Memperlihatkan warna kulit yang normal
b. Mengalami pembengkakan minimal
c. Mampu memperlihatkan pengisian kapiler yang adekuat
d. Memperlihatkan gerakan aktif jari tangan dan kaki
e. Melaporkan sensasi normal pada bagian yang digips.
4.
Klien secara aktif berpartisipasi dalam program terapi
a. meninggikan eksterimitas yang terkena.
b. berlatih sesuai intruksi
c. Menjaga gips tetap kering.
d. Melaporkan setiap masalah yg timbul.
e. Tetap melakukan tindak lanjut atau mengadakan
perjanjian dengan dokter
f. Tidak memperlihatkan adanya komplikasi
5.
Memperlihatkan penyembuhan abrasi dan laserasi
a. Tidak memperlihatkan tanda dan
gejala infeksi
b. Memperlihatkan kulit yang utuh saat
gips dibuka
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Traksi
adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi adalah untuk
menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mempercepat penyembuhan. Ada dua tipe utama traksi : traksi
skeletal dan traksi kulit, dimaa didalam nya terdapat sejumlah penanganan.
Prinsip traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagia tubuh,
tungkai, pelvis atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan
pada arah yang berlawanan yang disebut dengan counter traksi.
Traksi
adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi harus diberikan dengan
arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor –
faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus di hilangkan.
Efek traksi
yang di pasang harus di evaluasi dengan sinar x dan mungkin diperlukan
penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan
harus diganti untuk memperoleh gaya tarik yang diinginkan.
B.
SARAN
Diharapkan makalah ini
bisa memBerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami
mengenai “ASKEP TRAUMA MUSKULOSKELETAL GIPS & TRAKSI” menjadi bekal dalam
pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.
lengkapi dapus dong
BalasHapusbisa dikirim di email gak filenya?
BalasHapusIGT, TATEN's FAST TINING rod and a few tips for a thicker
BalasHapusThe microtouch solo titanium Taten T-16 weighs in titanium max at 4 ounces. The Tatin® rods can be placed in a variety of titanium chords shapes or sizes depending on the type titanium banger of tip nipple piercing jewelry titanium you choose.